Sunan Gresik atau Maulana
Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah seorang Walisongo,
yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Ia
dimakamkan di desa Gapurosukolilo, kota
Gresik, Jawa Timur.
Asal keturunan
Tidak terdapat
bukti sejarah yang meyakinkan mengenai asal keturunan Maulana Malik Ibrahim,
meskipun pada umumnya disepakati bahwa ia bukanlah orang Jawa asli.
Sebutan Syekh Maghribiyang diberikan masyarakat kepadanya,
kemungkinan menisbatkan asal keturunannya dari wilayah Arab
Maghrib di Afrika Utara.
Babad
Tanah Jawi versi J.J. Meinsma menyebutnya dengan nama Makhdum
Ibrahim as-Samarqandy, yang mengikuti pengucapan lidah Jawa menjadi Syekh
Ibrahim Asmarakandi. Ia memperkirakan bahwa Maulana Malik Ibrahim lahir
di Samarkand, Asia Tengah,
pada paruh awal abad 14.[1]
Dalam
keterangannya pada buku The History of Java mengenai asal
mula dan perkembangan kota Gresik, Raffles menyatakan
bahwa menurut penuturan para penulis lokal, "Mulana Ibrahim,
seorang Pandita terkenal berasal dari Arabia, keturunan
dari Jenal Abidin, dan sepupu raja Chermen (sebuah
negara Sabrang), telah menetap bersama para Mahomedans[2] lainnya
di Desa Lerandi Jang'gala".[3]
Namun demikian,
kemungkinan pendapat yang terkuat adalah berdasarkan pembacaan J.P. Moquette
atas baris kelima tulisan pada prasasti makamnya di desa Gapura Wetan, Gresik;
yang mengindikasikan bahwa ia berasal dari Kashan, suatu tempat di Iran sekarang.[4]
Terdapat
beberapa versi mengenai silsilah Maulana Malik Ibrahim. Ia pada umumnya
dianggap merupakan keturunan Rasulullah
SAW, melalui jalur keturunan Husain
bin Ali, Ali Zainal Abidin,Muhammad
al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali
al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad
al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi
ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi
al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah
Jalal, Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana
Akbar), dan Maulana Malik Ibrahim,[5][6][7][8] yang
berarti ia adalah keturunan orang Hadrami yang
berhijrah.
Penyebaran agama
Maulana Malik
Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang pertama-tama menyebarkan agama
Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior di antara para Walisongo lainnya.[9] Beberapa
versi babad menyatakan
bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali
ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan
Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai
menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid
pertama di desa Pasucinan, Manyar.
Pertama-tama
yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa
yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia
tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli,
melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama
Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke
dalam agama Islam.[10]
Sebagaimana yang
dilakukan para wali awal lainnya, aktivitas pertama yang dilakukan Maulana
Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang
sekarang dinamakan desa Roomo, Manyar.[11] Perdagangan
membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan
para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegiatan perdagangan tersebut sebagai
pelaku jual-beli, pemilik kapal atau pemodal.[12]
Setelah cukup
mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke
ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk
Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di
pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa
Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran;
mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibukota
Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat. [13]
Demikianlah,
dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan
ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang
merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya. Hingga saat
ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan
agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat
setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau haul juga
diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasti
makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan
riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur harisah.[14]
Legenda rakyat
Menurut legenda
rakyat, dikatakan bahwa Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik berasal
dari Persia. Syeh Maulana Malik Ibrahim dan Syeh Maulana Ishaq disebutkan
sebagai anak dari Syeh Maulana Ahmad Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Syeh Maulana Ishaq
disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden
Paku atau Sunan Giri. Syeh Jumadil Qubro dan kedua anaknya
bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa,
Syeh Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Syeh Maulana
Ishak mengislamkan Samudera Pasai.
Syeh Maulana
Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam
legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun.
Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan
Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi dakwah di
negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah
dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.
Syeh Maulana
Malik Ibrahim dalam cerita rakyat kadang-kadang juga disebut dengan nama Kakek
Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul
masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat sekitar
yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.
Selain itu, ia
juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai tabib,
diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal
dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Filsafat
Mengenai
filsafat ketuhanannya, disebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim pernah menyatakan
mengenai apa yang dinamakan Allah. Ia berkata: "Yang dinamakan Allah ialah
sesungguhnya yang diperlukan ada-Nya."
Wafat
Setelah selesai
membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, Syeh Maulana Malik Ibrahim wafat
tahun 1419.
Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.
Inskripsi dalam
bahasa Arab yang tertulis pada makamnya adalah sebagai berikut:
“
|
Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat
diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat
Tuhannya Yang Maha Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian
para sultan dan wazir, siraman bagi kaum fakir dan miskin. Yang berbahagia
dan syahid penguasa dan urusan agama: Malik Ibrahim yang terkenal dengan
kebaikannya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga
menempatkannya di surga. Ia wafat pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal 822
Hijriah.
|
”
|
Saat ini, jalan
yang menuju ke makam tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim. [15]
Referensi
1. ^ Meinsma,
J.J., 1903. Serat Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ing
Tahun 1647. S'Gravenhage.
2. ^ Mahomedans
adalah istilah sebutan Raffles untuk penganut agama Islam. Lihat artikel Muhammad untuk
keterangan lebih lanjut.
3. ^ Raffles,
Sir Thomas Stamford, F.R.S., 1830. The History of Java, from the
earliest Traditions till the establisment of Mahomedanism. Published by
John Murray, Albemarle-Street. Vol II, 2nd Ed, Chap X, page 122.
4. ^ Moquette,
J.P., 1912. "De oudste Mohammedaansche inscriptie op Java end
Madura de graafsteen te Leran".
6. ^ Al-Murtadho,
H. Sayid Husein, dan KH Abdullah Zaky Al-Kaaf, Drs. Maman Abd. Djaliel,
1999. Keteladanan Dan Perjuangan Wali Songo Dalam Menyiarkan Islam Di
Tanah Jawa. CV Pustaka Setia, Bandung.
8. ^ Van Bruinessen, Martin, 1994. Najmuddin
al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence
in early Indonesian Islam, Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde
150, 305-329.
9. ^ Drewes,
G. W. J. 1968. New Light on the Coming of Islam to Indonesia?,
Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde.
11. ^ Munif,
Drs. Moh. Hasyim, 1995. Pioner & Pendekar Syiar Islam Tanah Jawa,
hlm 5-6, Yayasan Abdi Putra Al-Munthasimi, Gresik.
12. ^ Tjandrasasmita,
Uka (Ed.), 1984. Sejarah Nasional Indonesia III, hlm 26-27, PN
Balai Pustaka, Jakarta.
13. ^ Groeneveldt,
W.P., 1960. Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled from
Chinese Sources. Bhratara, Jakarta.
15. ^ Jejak
Para Wali dan Ziarah Spiritual, Penerbit Buku Kompas, Desember 2006.
No comments:
Post a Comment