وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
(Ar-Rum: 21)
Penjelasan
Beberapa Mufradat Ayat
مِنْ أَنْفُسِكُمْ
“Dari jenis
kalian.”
Yakni dari Bani
Adam yang menjadi pasangan kalian. (Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Baghawi,
Fathul Qadir)
لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
“Agar kamu merasa
tenang dan condong kepadanya.”
Sebab jika dari
dua jenis yang berbeda, tentu tidak mendatangkan ketenangan bersamanya dan
hatinya tidak condong kepadanya. (Tafsir Al-Alusi)
مَوَدَّةً
“Saling mencintai
dan mengasihi.”
Melalui tali
pernikahan, sebagian kalian condong kepada sebagian lainnya, yang sebelumnya
kalian tidak saling mengenal, tidak saling mencintai dan mengasihi. Ada yang
mengatakan bahwa yang dimaksud mawaddah adalah kecintaan seorang suami kepada
istrinya. Diriwayatkan dari Mujahid bahwa beliau menafsirkan mawaddah dengan
makna bersetubuh. (Fathul Qadir karya Asy-Syaukani rahimahullah)
وَرَحْمَةً
“Dan kasih
sayang.”
Adapula yang
mengatakan bahwa yang dimaksud adalah perasaan kasih seorang lelaki kepada
istrinya dari tertimpa keburukan. Diriwayatkan dari Mujahid rahimahullahu,
beliau mengatakan: “Rahmah adalah anak.” (Fathul Qadir)
Penjelasan Makna
Ayat
Al-’Allamah
Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata: “ ‘Di antara tanda-tanda kekuasaan’
yang menunjukkan rahmat dan perhatian-Nya kepada hamba-hamba-Nya, hikmah-Nya
yang sangat agung dan ilmu-Nya yang luas, adalah “Dia menciptakan kalian dari
jenis kalian dengan berpasang-pasangan,” yang mereka serasi dengan kalian dan
kalianpun serasi dengan mereka. Sesuai dengan bentuk kalian dan kalian sesuai
dengan bentuk tubuh mereka. “Agar kalian cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Allah jadikan di antara kalian rasa kasih dan sayang” sebagai
buah dari pernikahan tersebut. Dengan adanya istri, seseorang dapat
bersenang-senang dan merasakan kenikmatan, mendapatkan manfaat dengan adanya
anak-anak, mendidik mereka, serta merasakan ketenangan bersamanya. Sehingga
kebanyakannya, engkau tidak mendapati sebuah kasih sayang dan rahmat yang
menyerupai apa yang dirasakan antara suami dan istri. Sesungguhnya dalam hal
itu terdapat tanda-tanda kekuasaan-Nya bagi kaum yang berpikir. Yang
menggunakan pikirannya dan mentadabburi ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala
serta berpindah dari satu ayat kepada yang lainnya.” (Taisir Al-Karim
Ar-Rahman)
Al-’Allamah
Asy-Syinqithi rahimahullahu berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan
dalam ayat yang mulia ini bahwa Ia memberi anugerah kepada anak cucu Adam
berupa anugerah yang paling agung. Di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan
mereka dari jenis dan bentuk mereka berpasang-pasangan. Kalau sekiranya Allah
Subhanahu wa Ta’ala menjadikan pasangan dari jenis lain, tentu tidak akan
terjadi kasih sayang, perasaan cinta dan rahmat.” (Adhwa`ul Bayan, 3/213, dalam
penafsiran Surat An-Nahl ayat 72)
Mawaddah dalam
Rumah Tangga
Ayat ini
menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya bahwa di antara hikmah adanya pernikahan
antara seorang pria dengan wanita adalah agar dapat mewujudkan perasaan saling
mencintai dan saling mengasihi di antara mereka. Hal ini baru dapat terwujud
ketika seorang pria menikahi seorang wanita yang pencinta/penyayang terhadap
suaminya, serta mewujudkan harapan suaminya dengan mendapatkan karunia dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa keturunan dari anak-anak yang shalih dan
shalihah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلاً
“Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi
shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan.” (Al-Kahfi: 46)
Dan firman-Nya:
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah
pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali ‘Imran: 14)
Oleh karena itu,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan anjuran kepada umatnya
untuk menikahi seorang wanita yang dapat mewujudkan mawaddah dan rahmah dalam
rumah tangganya. Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa
beliau berkata: “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk menikah dan melarang keras dari tabattul (mencegah diri untuk menikah).
Beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ اْلأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Nikahilah wanita
yang al-wadud dan al-walud, karena sesungguhnya aku berbangga di hadapan para
nabi dengan jumlah umatku yang banyak pada hari kiamat.” (HR. Ahmad, 3/158, Ibnu
Hibban dengan tartib Ibnu Bulban, 9/338, no. 4028, Al-Baihaqi, 7/81,
Ath-Thabarani dalam Al-Ausath, 5/207. Dishahihkan Al-Albani rahimahullahu dalam
Al-Irwa`, 6/195, no. 1783)
Juga diriwayatkan
dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Ada seorang lelaki
datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata:
‘Sesungguhnya aku mendapati seorang wanita yang memiliki kehormatan, kedudukan,
dan harta. Hanya saja dia tidak dapat melahirkan (mandul), apakah boleh aku
menikahinya?’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya. Lalu
ia datang kedua kalinya, dan beliau mengucapkan kalimat yang sama. Ia
mendatanginya pada kali yang ketiga, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tetap mengucapkan kalimat yang sama. Lalu Ralulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Nikahilah wanita yang al-wadud dan al-walud, karena
sesungguhnya aku berbangga di hadapan para nabi dengan jumlah umatku yang
banyak pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud, Kitab An-Nikah, Bab Fi Tazwij Al-Abkar,
no. 2050, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak, 2/176, Ibnu Hibban, 9/363, no. 4056.
Dishahihkan Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Abu Dawud)
Yang dimaksud
al-wadud adalah seorang wanita yang sangat pecinta/penyayang terhadap suaminya.
Sedangkan makna al-walud adalah wanita yang banyak melahirkan anak. Disebutnya
dua sifat wanita yang dijadikan sebagai istri ini adalah karena seorang wanita
yang dapat melahirkan anak banyak namun tidak memiliki sifat cinta kepada
suaminya, tidaklah menyebabkan kecintaan suaminya terhadapnya. Demikan pula
sebaliknya, seorang wanita yang pecinta terhadap suami namun tidak dapat
melahirkan anak, dia tidak pula dapat mewujudkan keinginan untuk memperbanyak
jumlah umat ini dengan banyaknya orang yang melahirkan.
Dua sifat ini
dapat diketahui dari seorang perawan dengan melihat kepada kerabatnya. Sebab,
secara umum tabiat mereka saling menyerupai antara satu dengan yang lain.
(lihat ‘Aunul Ma’bud, 6/33-34)
Diriwayatkan pula
dari Ka’b bin ‘Ujrah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِرِجَالِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: النَّبِيُّ فِي الْجَنَّةِ، وَالشَّهِيدُ فِي الْجَنَّةِ، وَالصِّدِّيقُ فِي الْجَنَّةِ، وَالْمَوْلُودُ فِي الْجَنَّةِ، وَالرَّجُلُ يَزُورُ أَخَاهُ فِي جَانِبِ الْمِصْرِ فِي الْجَنَّةِ، أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ؟ قَالُوا: بَلَى يا رَسُولَ اللهِ. قَالَ: الْوَدُودُ الْوَلُودُ الَّتِي إِنْ ظَلَمَتْ أَوْ ظُلِمَتْ قَالَتْ: هَذِهِ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ لاَ أَذُوقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah aku
kabarkan kepada kalian tentang para lelaki penduduk surga?” Mereka menjawab:
“Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Nabi dalam surga, syahid (yang mati dalam peperangan) dalam surga, shiddiq
(yang sangat jujur) dalam surga, anak yang dilahirkan (meninggal di masa
kecilnya) dalam surga, seseorang yang mengunjungi saudaranya di sebuah kampung
dalam surga. Maukah aku kabarkan kalian tentang wanita ahli surga?” Mereka
menjawab: “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Wanita yang wadud (pecinta
kepada suaminya), wanita yang banyak melahirkan anak, (yang suka kembali kepada
suaminya) yang jika dia menzalimi atau dizalimi, maka dia berkata: ‘Diriku ada
dalam genggamanmu, aku tidak merasakan tidur hingga engkau ridha (kepadaku)’.”
(HR. Ath-Thabarani, 19/140, dihasankan Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih
Al-Jami’, no. 2604)
Kaidah
Apa yang
disebutkan di dalam ayat yang mulia tersebut berupa anjuran mencari pasangan
hidup dan menghasilkan keturunan, tidak terlepas dari sebuah kaidah umum yang
terdapat dalam agama ini yang mengatakan:
الشَّارِعُ لاَ يَأْمُرُ إِلاَّ بِمَا مَصْلَحَتُهُ خَالِصَةٌ أَوْ رَاجِحَةٌ وَلاَ يَنْهَى إِلاَّ عَمَّا مَفْسَدَتُهُ خَالِصَةٌ أَوْ رَاجِحَةٌ
“Syariat tidak
memerintahkan kecuali kepada sesuatu yang kemaslahatannya murni atau lebih
mendominasi, dan tidak melarang kecuali dari sesuatu yang kerusakannya murni
atau lebih mendominasi.”
Kaidah ini
dibangun di atas dalil-dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. Di antara yang
menunjukkan hal ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (An-Nahl:
90)
Maka tidak ada
sesuatupun yang bersifat adil, perbuatan baik, dan menyambung hubungan dengan
yang lain, melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkannya berdasarkan
ayat ini. Juga, tidak satupun perbuatan keji, mungkar yang hubungannya dengan
hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan perbuatan zalim terhadap makhluk baik
terhadap darah, harta, dan kehormatan mereka melainkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala melarangnya.
Demikian pula
firman-Nya:
قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ
“Katakanlah:
‘Rabbku menyuruh menjalankan keadilan.’ Dan (katakanlah): ‘Luruskanlah muka
(diri) mu di setiap shalat dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu
kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian
pulalah) kamu akan kembali kepadaNya)’.” (Al-A’raf: 29)
Di dalam ayat ini,
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan pokok-pokok (ushul) dari
perintah-perintah-Nya. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala mengumpulkan
pokok-pokok (ushul) dari hal-hal yang diharamkan dalam firman-Nya:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“Katakanlah:
‘Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang
tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,
(mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan
hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang
tidak kamu ketahui’.” (Al-A’raf: 33)
Demikian pula
dengan pernikahan, di mana seorang muslim dan muslimah mendapatkan banyak
kemaslahatan darinya, berupa pemeliharaan terhadap kehormatan, mencegah dari
perbuatan zina, memelihara pandangan, melanjutkan generasi, dan berbagai faedah
lainnya yang tidak tersamarkan bagi mereka yang telah melakukannya.
Wallahu a’lam.
Sumber : Darussalaf
No comments:
Post a Comment